Hai Welcome Here
" Cerita ini bukan tentang aku, kamu, ataupun dia. Ini tentang kita " We can chatting here
|
tulisanku
profilku
tutorial
links
twitterku
follow
Sepucuk surat salam ‘Perpisahan’}
09/03/14 | 07.34.00 | 0Comment
Hai
Kalau aku
boleh jujur, aku bingung apa yang harus ku tulis untuk mengawali surat ini.
Haruskah aku memperkenalkan diriku? Atau menyapa namamu? Atau langsung ke
intinya saja? Butuh waktu berjam-jam menulis surat ini. Berlembar-lembar kertas
pada akhirnya terbuang begitu saja di tempat sampah, hanya karena aku merasa
tak puas dengan surat yang ku tulis.
Dan
akhirnya, aku memutuskan untuk mengawali dengan sapaan ‘hai’. Berjam-jam untuk
akhirnya memutuskan menggunakan sapaan yang sangat singkat itu. Dan juga
kuputuskan, surat ke- (mungkin) 50 ini yang akan terpilih untuk ku kirimkan
kepadamu.
Sebenarnya
tak banyak yang ingin ku katakan dalam surat ini, mungkin aku terlalu takut
kamu tidak akan membacanya. Aku hanya ingin mengucapkan selamat tinggal
kepadamu. Masaku di sekolah ini hampir habis, bisa dihitung dengan jari. Aku
hanya takut, tidak dapat mengucapkan selamat tinggal sebelum aku benar-benar
pergi dari sisimu.
Satu tahun
belakangan ini, aku berusaha memberanikan diri. Memberanikan diri untuk
bertanya siapa namamu, menanyakan nomor hp-mu, berusaha menyapamu sebanyak yang
ku bisa. Belum genap satu tahun, ketika aku pertama kali melihatmu melalui
kedua bola mataku. Sampai sekarang, wajahmu belum juga hilang dari ingatanku.
Aku tak bisa berkata bahwa usahaku satu tahun ini berhasil ataupun gagal, semua
semi.
Maafkan aku
yang terlalu lancang untuk mengirimimu surat ‘sampah’ ini. Terlalu bodoh jika aku
berharap kau akan membaca surat ini. Bahkan, untuk membalas pesan singkatku pun
kau tak melakukannya. Apakah masih mungkin kau akan membaca surat kosong
panjang yang tak bernilai ini? Apakah aku masih bisa berharap kau akan
membalasnya?
Untuk
seseorang yang lebih tua darimu, aku bisa dibilang tak tahu diri. Nyatanya,
menyukai seseorang yang lebih muda adalah hal yang jarang. Brondong, itulah yang selalu dikatakan temanku tentangmu. Aku tak
pernah peduli akan hal itu, awalnya. Aku berpikir, toh umur juga bukan
penghalang. Aku mulai menyukaimu. Menyukai wajahmu, perilakumu, senyummu, muka
dinginmu, semuanya. Dan saat aku sadar, aku telah jatuh cinta terlalu dalam
kepadamu. Membiarkan gerbang hati ini terbuka lebar, mempersilahkan engkau
masuk dan duduk di singgasananya.
Aku mulai
mencoba mengumpulkan keberanianku, mencari tahu namamu. Dan aku berhasil, aku
bertanya padamu. Lalu aku mulai mencari nomor hp-mu, mencari segalanya tentang
dirimu. Bahkan, aku berani mengirimu pesan dan berani berharap kau akan membaca
serta membalas pesan singkatku.
Cerita dalam
mimpiku berkembang begitu pesat. Memberiku keberanian untuk berharap yang lebih
besar kepadamu. Membuatku serasa dapat menembuh semua lapisan atmosfir bumi
ini. Cerita yang terlalu indah untuk kukatakan. Sekali lagi, itu dalam mimpiku.
Di
kenyataannya, kau terlalu berbeda. Sikapmu yang dingin itu, yang pada awalnya
membuatku jatuh hati padamu, pada akhirnya membuatku terluka. Harapan yang
terlalu besar membuatku jatuh ke jurang yang paling dalam. Berbagai pesan
singkat ku kirimkan padamu dengan satu tujuan, agar kau mau menjawabnya. Tapi
sepertinya, tidak kau hiraukan sama sekali.
Aku tak tahu
apakah kau tidak menyadari keberadaanku atau tidak tertarik untuk mencari tahu
tentangku? Atau mungkin, kau sadar akan keberadaanku, tapi memang kau sengaja
menghindariku? Aku tidak tahu. Lebih tepatnya tidak ingin tahu, terlalu sakit
jika pada akhirnya aku mengetahui alasanmu yang sebenarnya.
Tidak jarang
aku melihatmu melirik kepadaku saat aku lewat di depanmu. Dengan tatapan dingin
yang menawan itu, aku tetap tidak tahu apa yang tersirat dari matamu. Aku
berusaha tetap berpikir positif, bahwa kau akan membalas perasaanku. Terlalu
naif memang.
Untuk saat
ini, aku sudah tak berani berharap lagi. Kau memang tak pernah membalas
perasaanku, aku yang terlalu berkhayal tinggi. Mungkin seharusnya aku sudah
merasa cukup hanya dapat memandangimu, tak perlu berharap lebih.
Selamat
tinggal. Untuk semuanya. Aku tak akan melupakanmu. Kau akan menjadi sejarah di
hidupku.
Dan untuku
terakhir kalinya, mungkin aku boleh berharap, bisakah kita bertemu lagi,
mungkin suatu saat?
Untuk adik kelasku yang dingin dan tampan,
dari kakak kelasmu dengan khayalannya yang menembus
atmosfir.
Label: surat untuk seseorang |